Sabtu, 24 Agustus 2019


PKM 2019
PKM PELATIHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA GENERASI MILENIAL MELALUI KLINIK BAHASA DENGAN METODE TUTOR SEBAYA DI KOTA MAKASSAR

Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat dilaksanakan di TK Masita Makassar pada tanggal 12 Agustus 2019. PKM tersebut dilaksanakan atas kerjasama dengan lembaga penelitian dan pengabdian Universitas Negeri Makassar. Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) ini dilaksanakan dengan judul PKM Pelatihan Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Generasi Milenial Melalui Klinik Bahasa Dengan Metode Tutor Sebaya Di Kota Makassar. PKM ini dilaksanakan oleh tim dengan ketua tim adalah Dr. Mahmudah, M. Hum. dan anggota tim adalah Nurhusna, S. Pd., M.Pd. Pelaksanaan Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) dibuka oleh Dr. Mahmudah, M. Hum bersama dengan kepala sekolah TK Masita kota Makassar. Pelaksanaan Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) berlangsung dengan baik dan lancar yang ditandai oleh respons peserta sangat antusias mengikuti setiap kegiatan pelatihan.
Setelah Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) dilaksanakan, berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah bahwa PKM tersebut sangat bermanfaat untuk kami karena sebagai bentuk keprihatinan terhadap generasi milenial dalam hal memertahankan eksistensi bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari (membimbing dan mendidik anak didik kami), memabangun sikap kesantunan dalam berbahasa Indonesia, dan memupuk rasa cinta dan kesetiaan dalam menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, juga sebagai bentuk tindakan nyata yang disiapkan untuk menjaga jati diri bangsa Indonesia dengan memelihara bahasa Indonesia dalam berbudaya dan berbangsa.


Minggu, 08 Januari 2012

“It’s in His Kiss” – Julia Quinn

Review “It’s in His Kiss” – Julia Quinn


Finally I had the chance to read this novel phew. After waiting for so long just so I could borrow this novel at Pitimoss Fun Library, I finally held the book and read it on Thursday.
Jadi, seperti yang sudah diketahui oleh teman-teman semua. Novel ini adalah novel ketujuh dari seri Bridgerton Family, yang tokoh utamanya adalah anak bungsu dari keluarga Bridgerton, Hyacinth Bridgerton. Hyacinth sudah berusia 22 tahun, sudah 3 tahun melanglangbuana di Pasar Perjodohan dan sampai saat ini masih juga belum menikah. Oh, bukannya dia kekurangan penggemar, dia sudah menerima 6 lamaran kok. Tapi pelamar-pelamarnya itu bisa dibilang low quality man. Beberapa di antaranya bodoh, beberapa lagi pemburu harta. Sementara Hyacinth adalah gadis pintar yang cukup blak-blakan dan dia memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Hyacinth punya kebiasaan membacakan novel-novel roman untuk Lady Danbury di kediamannya setiap hari Selasa. Banyak orang tidak mengerti kenapa Hyacinth bisa sangat dekat dengan Lady Danbury, yang sebenarnya agak ditakuti oleh sebagian besar kalangan London. Hanya sedikit yang mengetahui *itupun hanya keluarganya saja* bahwa kedua wanita ini saling menyukai. Karena Lady Danbury juga lah Hyacinth akhirnya bertemu dengan Gareth St.Clair, cucu sang Lady.
Awalnya mereka tidak saling menyukai, tapi tidak membenci juga. Hanya merasa bahwa ide sang Lady dan juga Violet Bridgerton untuk menjodoh-jodohkan mereka itu konyol. Lalu mereka menjadi dekat karena buku harian Isabella, nenek Gareth yang berasal dari pihak ayah. Buku harian itu diberikan oleh janda kakak Gareth, dan sayangnya ditulis dalam bahasa Italia. Hyacinth yang pernah belajar bahasa Italia menawarkan diri untuk menerjemahkannya. Satu per satu rahasia Isabella terkuak, termasuk kemungkinan adanya harta karun, perhiasan milik Isabella, yang disembunyikan di Clair House.
Gareth dan Hyacinth berkomplot mencari perhiasan tersebut. Tanpa mereka sadari, mereka sudah saling jatuh cinta satu sama lain. Berkat Hyacinth, Gareth ingin menjadi pria yang lebih baik. Berkat Gareth, Hyacinth mengerti arti cinta. Meskipun bayang-bayang asal usul Gareth yang konon tercemar menghantui hubungan mereka, mereka berdua akhirnya berjuang untuk bisa bersama.

Jumat, 06 Januari 2012

My Dearku 2012


v  Kita tahu knpa kita saling mencintai tapi kita tidak pernah tau bagaimana cara menjelaskan sepenuhnya (´▽`ʃ♡ƪ)
v  Hidup tanpa buah adalah hidup tanpa faedah
v  Cinta tidak pernah membawa seseorg mengenal kata iri atau sombong, yg ada hanyalah empati n kerinduan ˆ⌣ˆ
v  Kebahagiaan bukan di tangan dia, tapi di dalam hati kita. Jadi meskipun sudah tidak bersamanya, kita tetap bahagia-
v  Aku mencintai kelebihan dan kekuranganmu,dan berharap kamu juga melakukan hal yang sama
v  "Aku tidak akan berkata ' aku cinta kamu', tapi aku yakin apa yg aku perbuat akan meyakinkan mu tentang cinta ku (´▽`ʃ♡ƪ)
v  Jadilah diri anda sendiri sebelum orang lain mengambilnya dari padamu (ʃ⌣́,⌣́ƪ)
v  Rencana jahat takkan menimpa selain kpd org yg merencanakannya sendiri.Sebab Tuhan menyukai kebaikan&org yg berbuat baik
v  In love you best allies remain the unspoken words ˆ⌣ˆ
v  Tulisan dalam kehidupan kita yang kita buat adalah penentu masa depan kita ˆ⌣ˆ
v  Jangan persulit hidupmu! Kontrol hatimu dalam memilih pendamping.Jika ada yg seagama,knapa harus memilih yg beda agama?!
v  Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan \(´▽`)
v  Jika kamu benar2 memnginginkan cinta cobalah untuk menunggu ˆ⌣ˆ​​​​
v  Jangan menutup kesalahan dgn menyalahkan,itu takkan menyelesaikan masalah.Ingat,Tak ada yg bisa mengalahkan "kebenaran
v  Jika kamu membuka hatimu, cinta akan membuka pikiranmu (´▽`ʃ♡ƪ)
v  Setiap waktu berharga, manfaatkan sebaik mungkin
v  Cinta tidak pernah membawa seseorg mengenal kata iri atau sombong, yg ada hanyalah empati n kerinduan ˆ⌣ˆ​​​​
v  Kepercayaan adalah salahsatu kunci suksesnya suatu hubungan. Jgn sakiti, krn akan sulit membangun kepercayaannya lagi.
v  Heaven is the perfect, unconditional love for another ˆ⌣ˆ
v  Tidak ada kata menunda, tidak ada kata mundur, dan tidak ada kata menyesal –
v  Jangan membuat janji ketika kau senang, jangan membalas kata2 ketika kau sedang sedih, dan jangan ambil keputusan ketika kau marah
v  Pertahankan dia yg tulus mencintaimu, karena jaman sekarang susah untuk mendapatkan seseorang yg bisa seperti itu :)
v  cinta bukan diucapkan, tapi ditunjukan (´▽`ʃ♡ƪ)

Sabtu, 24 Desember 2011

Kajian Pustaka Proposalq


II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.    KAJIAN PUSTAKA
Bagian tinjauan pustaka meliputi sepuluh bagian, yaitu: (pembelajaran bahasa indonesia) (2) pengertian menulis, (3) tujuan menulis, (4) fungsi menulis, (5) manfaat menulis, (6) teknik menulis, (7) tahap perencanaan karangan, (8) jenis-jenis menulis, (9) karangan persuasif, (10) media pembelajaran, dan (11) Show Not Tell.
1.      Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi:”Kami poetra dan poetry Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoen, bahasa Indonesia”. Namun, di samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing sangat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari pada patokan seperti jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkapan budaya, Depdiknas (2003: 1)
Selain itu, bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia, Wardihan (2008: 75).
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Melalui standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan: peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri; guru dapat memusatkan perhatian pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar; guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek: mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Melalui keterampilan menulis siswa kelas sepuluh semester dua salah satu kompetensi dasar yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif.
2.      Pengertian Menulis
Kegiatan  menulis  merupakan  suatu  keterampilan  berbahasa  yang  digunakan  untuk  berkomunikasi  secara  tidak  langsung,  artinya  tidak  secara langsung  bertatap  muka  dengan  orang  lain,  melainkan  melalui  media  tulis. Menulis juga bisa dikatakan suatu kegiatan yang bersifat produktif dan ekspresif. Produktif  dan  ekspresif  mengandung  arti  kedua  karakteristik  tersebut  berfungsi sebagai  penyampai  informasi.  Dikatakan  produktif  karena  kegiatan  menulis merupakan kegiatan yang bersifat menghasilkan suatu karya tulis berupa hasil dari ungkapan-ungkapan  gagasan  pikiran  seseorang.  Sedangkan  ekspresif  dalam Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  (KBBI)  (2007:291)  mengandung  arti  tepat (mampu) memberikan (ungkapan) gambaran, maksud, gagasan, dan perasaan.   
Keterampilan menulis tidak datang secara tiba-tiba begitu saja, melainkan harus  melalui  proses  pelatihan  dan  praktik  yang  kontinyu  dan  intensif.  Berdasarkan  konsep  dasar  tersebut,  maka  keterampilan  menulis  akan  diperoleh siswa  melalui  proses  yaitu  dengan  cara  pelatihan  dan  praktik.  Semakin  banyak pelatihan dan praktik, akan semakin besar pula kemungkinan siswa untuk mampu dan senang akan kegiatan menulis.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling tinggi tingkatannya. Menulis adalah suatu proses menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk paparan bahasa tulis berupa rangkaian simbol-simbol bahasa (huruf).
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting untuk dikuasai dan besar kegunaan atau manfaat bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, Graves (dalam Akhadiah 1998: 4) menyampaikan beberapa manfaat dari kegiatan menulis, yaitu (1) menulis menyumbang kecerdasan; (2) menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreatifitas; (3) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Lebih jelas lagi Porter (2011 : 178) mengatakan percaya atau tidak, kita semua adalah penulis. Di suatu tempat di dalam diri setiap manusia ada jiwa unik yang berbakat yang mendapatkan kepuasan mendalam karena menceritakan suatu kisah, menerangkan bagaimana melakukan sesuatu, atau sekadar berbagi rasa dan pikiran. Dorongan untuk menulis itu sama besarnya dengan dorongan untuk berbicara; untuk mengomunikasikan pikiran dan pengalaman kita kepada orang lain; untuk, paling tidak, menunjukkan kepada mereka siapa kita.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis perlu memiliki banyak gagasan dalam melukiskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Menulis merupakan aktivitas berbahasa yang produktif dan ekspresif melalui media tulis secara terorganisasi dan sistematis sehingga gagasan yang disampaikan dapat dipahami oleh pembaca. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan membutuhkan keuletan yang mesti diasah melalui latihan yang teratur.
3.      Tujuan Menulis
Tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang. Menulis  tidak  mengharuskan  memilih  suatu  pokok  pembicaraan  yang  cocok  dan sesuai,  tetapi  harus  menentukan  siapa  yang  akan  membaca  tulisan  tersebut  dan apa maksud dan tujuannya. 
Tujuan menulis (the writer’s intention) menurut  Tarigan  (2008:24-25), adalah  respons  atau  jawaban  yang  diharapkan  oleh  penulis  akan  diperoleh  dari pembaca.  Berdasarkan  batasan  di  atas  dapat  dikatakan  bahwa  tujuan  menulis adalah: 
1.      tulisan  yang  bertujuan  untuk  memberitahukan  atau  mengajar  disebut wacana  informatif  (informative  discourse), 
2.      tulisan  yang  bertujuan  untuk meyakinkan  atau  mendesak  disebut  wacana  persuasif  (persuasive  discourse), 
3.      tulisan  yang  bertujuan  untuk  menghibur  atau  menyenangkan  atau  yang mengandung  tujuan  estetik  disebut  tulisan  literer  (literary  discourse), 
4.      tulisan yang  mengekspresikan  perasaan  dan  emosi  yang  kuat  atau  berapi-api  disebut wacana  ekspresif  (expressive  discourse). 
Tujuan menulis menurut Hugo  Hartig  (dalam  Tarigan  2008:25-26)  meliputi :
1.      Tujuan  penugasan  (assignment purpose),  yaitu  menulis  karena  ditugaskan  bukan  kemauan  sendiri, 
2.      Tujuan altruistik  (altruistic           purpose),  yaitu  untuk  menyenangkan  pembaca, 
3.       Tujuan persuasif  (persuasive        purpose),  yaitu  meyakinkan  pembaca  dan  kebenaran gagasan yang diutamakan,
4.      Tujuan informasional (informational purpose), yaitu memberi  informasi  kepada  pembaca, 
5.      Tujuan  pernyataan  diri  (self-expressive purpose),  yaitu  memperkenalkan  diri  sebagai  pengarang  kepada  pembaca,
6.      Tujuan kreatif (creative purpose), yaitu mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian, 
7.      Tujuan  pemecahan  masalah  (problem-solving  purpose),  yaitu mencerminkan serta menjelajahi pikiran-pikiran agar dimengerti dan diterima oleh pembaca. 
Dalam  Kurikulum  Tingkat  Satuan  Pendidikan  (KTSP)  pun  diungkapkan, bahwa  tujuan  pembelajaran  menulis  standar  kompetensi  bahasa  dan  sastra Indonesia SMA/ MA adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan,  pendapat,  dan  perasaan  dalam  berbagai  ragam  tulisan.  Artinya,  siswa terampil menulis secara efektif dan efisien berbagai ragam tulisan dalam berbagai konteks.  Berdasarkan  uraian  tujuan  menulis  yang  disampaikan  di  atas,  dapat diketahui  bahwa  menulis  mengandung  tujuan  untuk  melatih  diri  siswa  memiliki kompetensi menulis dalam menyampaikan pendapat dan perasaannya. 
4.      Fungsi Menulis
Pada prinsipnya, fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir, juga dapat menolong penulis untuk berpikir secara kritis, juga dapat memudahkan penulis untuk merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap dan persepsi penulis, memecahkan masalah-masalah yang penulis hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu penulis untuk menjelaskan pikiran-pikirannya. Tidak jarang penulis menemui apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian hanya dalam proses menulis yang aktual. Menulis adalah sutau bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu (D’Angelo dalam Tarigan 2008: 22-23).
Secara  umum  fungsi  menulis  adalah  menuangkan  gagasan  atau  ide seseorang ke dalam bentuk tulisan, dengan kata lain menulis juga disebut dengan komunikasi  secara  tidak  langsung.  Menurut  Rusyana  (1986:114)  dalam  Ibrahim (2008:15), fungsi menulis dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Fungsi Menulis Berdasarkan Kegunaan
1. Melukiskan
Salah satu fungsi menulis berdasarkan kegunaanya adalah melukiskan, dalam  hal  ini  dapat  menggambarkan  dan  mendeskripsikan  sesuatu,  baik menggambarkan  wujud  benda  atau  mendeskripsikan  keadaan  sehingga  pembaca dapat  membayangkan  secara  jelas  apa  yang  digambarkan  atau  dideskripsikan. Pembaca  seolah-olah  melihat  atau  mengalami  sendiri.  Fungsi  ini  terdapat  dalam karangan deskripsi.
2. Memberi Petunjuk 
Pemberian  petunjuk  dilakukan  apabila  ingin  berhasil  sesuai  dengan  yang diinginkan. Fungsi ini terdapat dalam resep atau pedoman.
3.    Memerintahkan
Konteks memerintahkan  ini,  menulis  berfungsi  untuk  memerintahkan  sesuatu  agar dilakukan. Fungsi ini terdapat dalam undang-undang atau peraturan.

4.      Mengingat
Perlu adanya   catatan  peristiwa,  keadaan,  dengan  tujuan  untuk mengingat  hal-hal  penting  agar  tidak  terlupakan.  Tulisan  ini  biasanya  terdapat dalam buku harian atau jurnal.
5.      Korespondensi
Korespondensi  yaitu  suatu  kegiatan  surat  menyurat  dengan  orang  lain untuk  memberitahukan,  menanyakan,  meminta  sesuatu,  dan  mengharap  agar orang yang dituju membalasnya. Fungsi ini terdapat dalam bentuk surat.
b. Fungsi Menulis Menurut Peranannya
1. Fungsi Penataan
Saat  menulis  terjadi  penataan  gagasan,  pendapat,  imajinasi,  dan lainnya serta terdapat penggunaan bahasa untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, pikiran,  gagasan,  pendapat,  imajinasi,  dan  lainnya  itu  mempunyai  wujud  yang tersusun.
2. Fungsi Pengawetan
Menulis dapat berfungsi untuk pengutaraan sesuatu dalam wujud dokumen tertulis, sering dokumen itu sangat berharga, misalnya mengungkapkan kehidupan pada masa lalu.




3.      Fungsi Penciptaan
Melalui menulis dapat menciptakan sesuatu yang baru atau sifatnya inovatif. Karya  sastra  menunjukan  fungsi  demikian.  Begitu  juga  karangan  filsafat  dan keilmuan, ada yang menunjukan fungsi penciptaan.
4.       Fungsi Penyampaian
Penyampaian  dapat  terjadi  bukan  saja  kepada  orang  yang  berdekatan tempatnya, melainkan juga kepada orang yang berjauhan, malah penyampaian itu dapat terjadi pada masa yang berlainan.
5.      Manfaat Menulis
Manfaat menulis menurut Morsey  (dalam  Tarigan  2008:20) adalah  untuk  merekam,  meyakinkan,  melaporkan,  serta  memengaruhi  orang  lain dengan  maksud  dan  tujuan  agar  dapat  dicapai  oleh  para  penulis  yang  dapat menyusun pikiran serta  menyampaikan pesan dengan jelas dan mudah dipahami. Kejelasan tersebut bergantung pada pikiran, organisasi, penggunaan kata-kata, dan struktur kalimat  yang baik. Sehubungan dengan  hal tersebut, penulis tidak cukup menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat kepada pembaca dalam bentuk tulisan. Namun,  penulis  dituntut  mampu  menyerap,  mencari,  meyakinkan  pembaca, melaporkan, serta menguasai informasi berkaitan dengan topik yang ditulis, selain itu  penulis  hendaknya  memiliki  kreativitas  dalam  mengorganisasikan  gagasan secara sistematis serta pengungkapannya secara tersurat.
Berdasarkan pendapat di atas,  menulis  bermanfaat  untuk  mengenali  kemampuan  dan  potensi  diri,  melatih mengembangkan  berbagai  gagasan,  menyerap,  mencari,  serta  menguasai informasi  sehubungan  dengan  topik  yang  ditulis,  mengorganisasikan  gagasan secara  sistematis  serta  mengekspresikan  secara  tersurat,  meninjau  serta  menilai gagasannya sendiri secara objektif, memecahkan permasalahan, mendorong untuk terus  belajar  secara  aktif,  menjadi  terbiasa  berpikir  serta  berbahasa  secara  tertib dan teratur.
6.      Teknik Menulis
Kejelasan merupakan asas yang pertama dan utama bagi hampir semua karangan, khususnya ragam karangan faktawi. Setiap pembaca betapa pun terpelajarnya menghargai karangan yang dapat dibaca dan dimengerti secara jelas. Karangan yang kabur, ruwet, dan gelap maksudnya akan membosankan pembaca dan melatih pikirannya. Berikut ini dijelaskan ciri-ciri karangan yang jelas (Syarif Eliyana, 2009: 9-11)
a.       Mudah; karangan yang jelas mudah dimengerti oleh pembaca. Setiap orang menyukai karangan yang dapat dipahami tanpa susah payah;
b.      Sederhana; karangan yang jelas tidak berlebih-lebihan dengan kalimatkalimat dan kata-kata. semakin sederhana, semakin dapat karangan itu menggambarkan sesuatu buah pikiran secara terang dalam pikiran pembaca;
c.       Langsung; karangan yang jelas tidak berbelit-belit ketika menyampaikan pokok soalnya;
d.      Tepat; karangan yang jelas dapat melukiskan secara betul ide-ide yang terdapat dalam pikiran penulis.
Sepuluh pedoman untuk menghasilkan sesuatu karangan yang jelas  Gunning (dalam Syarif Eliyana, 2009: 9-10)
a.       Diusahakan kalimat-kalimat yang pendek
Panjang rata-rata yang kalimat dalam suatu karangan merupakan sebuah tolak ukur yang penting bagi keterbacaan. Kalimat-kalimat harus selangseling antara panjang dan pendek. Pemakaian kalimat yang panjang harus diimbangi oleh kalimat-kalimat yang pendek sehingga meningkatkan kejelasan karangan.
b.      Memilih yang sederhana ketimbang yang rumit kata-kata yang sederhana,
Kalimat yang sederhana, bahasa yang sederhana lebih meningkatkan keterbacaan sesuatu karangan.
c.       Memilih  kata yang umum dikenal
Dalam mengarang pakailah kata-kata yang telah dikenal masyarakat umum sehingga ide yang diungkapkan dapat secara mudah dan jelas ditangkap pembaca.
d.      Hindari kata-kata yang tak perlu.
Setiap kata harus mempunyai peranan dalam kalimat dan karangan. Katakata yang tak perlu hanya melelahkan pembaca dan melenyapkan perhatian.
e.       Memberi tindakan dalam kata-kata kerja
Kata kerja yang aktif mengandung tindakan, yang menunjukkan gerak akan membuat suatu karangan hidup dan bertenanga untuk menyampaikan informasi yang dimaksud. Kalimat “Bola itu menjebol gawang lawan” lebih bertenaga ketimbang “Gawang lawan kemasukan bola”
f.       Menulis seperti bercakap-cakap
Kata tertulis hanyalah pengganti kata yang diucapkan lisan. Dengan mengungkapkan gagasan seperti halnya bercakap-cakap, karangan menjadi lebih jelas.
g.      Memakai istilah-istilah yang pembaca dapat menggambarkan.
Kata yang konkret lebih jelas bagi pembaca ketimbang kata yang abstrak.
h.      Mengaitkan dengan pengalaman pembaca
Karangan yang jelas bilaman dapat dibaca dan dipahami pembaca sesuai dengan latar belakang pengalamannya.
i.        Manfaatkan sepenuhnya keanekaragaman
Karangan harus ada variasi dalam kata, frasa, kalimat maupun ungkapan lainnya. Keaneragaman dalam karangan adalah sumber kesenangan dalam pembacaan.
j.        Mengarang untuk mengungkapkan bukan untuk mengesankan
Maksud utama mengarang ialah mengungkapkan gagasan dan bukannya menimbulkan kesan pada pihak pembaca mengenai kepandaian, kebolehan, atau kehebatan diri penulisnya.


7.      Tahap Perencanaan Karangan
a.      Perencanaan
Proses menulis secara teoritis menurut Akhadiah Sabarti (1998: 6-29)  meliputi tiga tahap utama, yaitu prapenulisan, penulisan dan revisi. Ini tidak berarti bahwa kegiatan menulis dilakukan secara terpisah-pisah. Pada tahap prapenulisan seorang penulis membuat persiapan-persiapan yang akan digunakan pada penulisaan dengan kata lain merencanakan karangan. Berikut ini dibahas cara merencanakan karangan.
b.      Pemilihan Topik
Kegiatan yang mula-mula dilakukan jika menulis suatu karangan menentukan topik. Hal ini untuk menentukan apa yang akan dibahas dalam tulisan. Ada beberapa yang harus dipertimbangkan dalam memilih topik yaitu;
1.      topik itu ada manfaatnya dan layak dibahas. Ada manfaatnya mengandung pengertiam bahwah bahasan tentang topik itu akan memberikan sumbangan kepada ilmu atau propesi yang ditekuni, atau berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Layak dibahas berarti topik itu memang memerlukan pembahasan dan sesuai dengan bidang yang ditekuni.
2.      topik itu cukup menarik terutama bagi penulis;
3.      topik itu dikenal baik oleh penulis;
4.      bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup memadai;
5.       topik itu tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit:
Setelah berhasil memilih topik sesuai dengan syarat-syarat pemilihan di atas maka yang akan dilakukan selanjutnya membatasi topik tersebut. Proses pembatasan topik dapat dipermudah dengan membuat diagram pohon atau diagram jam.
Ide induk yang menjadi benih atau pangkal awal sesuatu karangan yang akan ditulis hendaknya juga dikembangkan. Setelah ide induk dikembangbiakkan sampai cukup tuntas, langkah berikutnya ialah memilih salah satu saja di antara rincian ide-ide yang muncul itu untuk dijadikan topik karangan. Topik inilah yang kemudian perlu diolah lebih lanjut dengan membatasi topik dengan sebuah tema tertentu. Jadi pada topik ini ditentukan salah satu segi, unsur, atau faktornya yang dijadikan pembicaraan.
Langkah yang terakhir yang perlu dilakukan pengarang ialah menguraikan rumusan kalimat ide pokok menjadi sebuah garis besar karangan. Garis besar, rangka atau disebut juga outline adalah suatu rencana kerangka yang menunjukkan ide-ide yang berhubungan satu sama lain secara tertib untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah karangan yang lengkap dan utuh.
Di bawah ini secara ringkas proses ide induk menjadi garis besar karangan menempuh enam langkah sebagai berikut:
Langkah
Aktivitas pengarang
Hasil
1
Menemukan ide yang akan
diungkapkan menjadi karangan.
Ide pokok
2
Mengembangkan ide induk
Rincian ide
3
Memilih salah satu ide yang menjadi
pokok soal
Topik
4
Membatasi topik dengan sesuatu
segi/unsur/factor
Tema
5
Merumuskan topik berikut temanya
dalam sebuah pokok pernyataan
kalimat ide
6
Menguraikan rumusan ide pokok
menjadi rangka
Garis besar karangan

c.       Tahap Menulis
Setelah mengetahui cara-cara memulai dan teknik memberikan nafas ke dalam tulisan. Sekarang melangkah ke proses penulisan. Pada tahap ini, seorang penulis hanya membangun suatu fondasi untuk topik yang berdasarkan pada pengetahuan, gagasan, dan pengalaman. Adapun proses penulisan tersebut sebagai berikut.
1.       Draf kasar disini dimulai menelusuri dan mengembangkan gagasan-gagasan. Dipusatkan pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan. Ingat untuk menunjukkan bukan memberitahukan saat menulis.
2.      Berbagi; sebagai penulis harus sangat dekat dengan tulisannya sehingga sulit bagi penulis untuk memulai secara objektif untuk mengambil jarak dengan tulisannya. Oleh sebab itu perlu meminta orang lain untuk membaca dan memberikan umpan balik. Memintalah seorang teman untuk membacanya dan mengatakan bagian mana yang benar–benar kuat dan menunjukkan ketidakkonsistenan, kalimat yany tidak jelas, atau transisi yang lemah. Inilah beberapa petunjuk untuk berbagi.
3.      Perbaikan (revisi); setelah mendapat umpan balik dari teman tentang mana yang baik dan mana yang perlu digarap lagi, perlu untuk mengulangi dan memperbaiki kembali. Perlu diingat bahwa penulis adalah tuan dari tulisan sendiri. Jadi, seorang penulislah yang membuat umpan balik itu. Memanfaatkan umpan balik yang dianggap membantu. Perlu dingat bahwa tujuan menulis membuat sebaik mungkin.
4.      Menyunting (editing); inilah saatnya untuk membiarkan “editor” otak kini melangkah masuk. Pada tahap ini, memperbaiki semua kesalahan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Memastikan semua transisi berjalan mulus, penggunaan kata kerja tepat, dan kalimat-kalimat lengkap.
5.      Penulisan kembali ; menulis kembali tulisan yang telah diedit, memasukkan isi yang baru dan perubahan –perubahan penyuntingan.
6.       Evaluasi; memeriksa kembali untuk memastikan bahwa tulisan tersebut telah selesai sesuai dengan apa yang direncanakan dan apa yang ingin penulis sampaikan. Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung tahap ini menandai akhir kegiatan menulis dibaratkan seperti seorang arsitektur akan membangun sebuah gedung, biasanya ia membuat rancangan terlebih dahulu dalam bentuk gambar di atas kertas. Demikian pula seorang penulis, membuat kerangka tulisan atau outline merupakan kebiasaan yang perlu dipupuk terus untuk menghasilkan sebuah karya tulis yang baik. Penulis dalam hal ini dibaratkan sebagai seorang arsitek bahasa, yang selain mengetahui bagaimana membangun sebuah tulisan secara utuh, ia tidak boleh mengabaikan dasardasar penulisan. Dasar-dasar penulisan ini menjadi fondasi utama dalam penulisan adalah pemahaman penulis tentang paragraf. Memahami makna dan ciri-ciri paragraf yang baik, seorang penulis akan lebih mampu menuangkan gagasan dan pikiran secara lebih runtut, sistematis, dan teratur. Pada dasarnya sebuah tulisan mencerminkan cara berpikir seseorang dan bagaimana ia memandang suatu persoalan.
8.      Jenis-Jenis Menulis
Keterampilan menulis dapat diklasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. Klasifikasi keterampilan menulis berdasarkan sudut pandang kedua menghasilkan pembagian produk menulis atau empat kategori, yaitu; karangan narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi (Syarif Elina, 2009: 7-9). Berikut ini akan dijelaskan satu persatu:
a. Eksposisi
Eksposisi biasa juga disebut pemaparan, yakni salah satu bentuk karangan yang berusaha menerangkan, menguraikan atau menganalisis suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan dan pandangan seseorang. Penulis berusaha memaparkan kejadian atau masalah secara analisis dan terperinci memberikan interpretasi terhadap fakta yang dikemukakan. Dalam tulisan eksposisi, teramat dipentingkan informasi yang akurat dan lengkap. Eksposisi merupakan tulisan yang sering digunakan untuk menyampaikan uraian ilmiah, seperti makalah, skripsi, tesis, desertasi, atau artikel pada surat kabar atau majalah. Jika hendak menulis bagaimana peraturan bermain sepak bola, cara kerja pesawat, bagaimana membuat tempe, misalnya, maka jenis tulisan eksposisi sangat tepat untuk digunakan. Ekposisi berusaha menjelaskan atau menerangkan.
“Seorang pengarang eksposisi akan mengatakan, Saya akan menceritakan kepada kalian semua kejadian dan peristiwa ini dan menjelaskan agar Anda dapat memahaminya.” Parera, 1993 : 5 (dalam Syarif Elina, 2009: 7)
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa untuk menulis karangan eksposisi maka penulis harus memiliki pengetahuan memadai tentang objek yang akan digarapnya. Untuk itu, seorang penulis harus memperluas pengetahuan dengan berbagai cara seperti membaca referensi yang berkaitan dengan masalah yang dikaji melakukan dalam penelitian, misalnya wawancara, merekam pembicaraan orang, mengedarkan angket, melakukan pengamatan terhadap objek dan sebagainya.
Tulisan ekposisi yang baik, pikiran utama dan pikiran penjelas harus diorganisir dalam bentuk kerangka karangan yang pada umumnya dibagi dalam tiga bagian yaitu, bagian pembuka (pendahuluan) bagian pengembangan (isi), dan bagian penutup yang merupakan penegasan ide. Karangan yang bersifat kompleks, harus diuraikan dalam bentuk subbagian yang lebih rinci. Karangan seperti itu dapat disusun dalam bentuk bab dan diperinci lagi menjadi sub-sub bab.
Contoh eksposisi :
Masa remaja adalah saat yang penuh kesenangan dan kegembiraan. Namun, masa itu juga merupakan saat mulai timbulnya jerawat. Suatu pertanda bahwa Anda telah memasuki masa dewasa, namun merupakan suatu hal yang Anda harapkan tidak begitu tampak. Cobalah Clearasil krem pengobatan jerawat. Clearasil memiliki tiga daya ampuh yang khas untuk membantu mempercepat proses penyembuhan jerawat serta membantu menghindari timbulnya jerawat baru. Jadikanlah dirimu salah satu dari berjuta-juta pemakai Clearasil di dunia dan tampilkan wajah Anda dengan banggga !
b. Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata suatu benda, tempat, suasana atau keadaan. Seorang penulis deskripsi mengharapkan pembacanya, melalui tulisannya, dapat ‘melihat’ apa yang dilihatnya, dapat ‘mendengar’ apa yang didengarnya, ‘merasakan’ apa yang dirasakanya, serta sampai kepada ‘kesimpulan’ yang sama dengannnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari obesrvasi melalui panca indera, yang disampaikan dengan kata-kata. Marahimin. 1993.46 (dalam Syarif Elina, 2009: 8)


Contoh deskripsi:
Pasar Blaura merupakan pasar perbelanjaan yang sempurna. Semua barang ada di sana. Di bagian terdepan berderet toko sepatu dalam dan luar negeri. Di lantai satu terdapat toko pakaian yang lengkap berderet-deret. Di sampaing kanan pasar terdapat stan-stan kecil penjual perkakas dapur. Di samping kiri ada pula jenis buah-buahan. Pada bagian belakang kita dapat menemukan berpuluh-puluh pedagang kecil yang berjualan makanan dan minuman. Belum lagi kalau kita melihat lantai di atasnya. Adisampurno. 2003. 11 (dalam Syarif Elina, 2009: 8)
c. Narasi (kisahan)
Narasi atau kisahan merupakan corak tulisan yang bertujuan menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Paragraf narasi itu dimaksudkan untuk memberi tahu pembaca atau pendengar tentang apa yang telah diketahui atau apa yang dialami oleh penulisnya. Narasi lebih menekankan pada dimensi waktu dan adanya konflik. Pusat Bahasa. 2003.46 (dalam Syarif Elina, 2009: 8)
Contoh Narasi:
Sore itu kami pergi ke rumah Puspa. Sopir kusuruh memakirkan mobil. Kemudian, kami memasuki gang kecil. Beberapa waktu kemudian, kami sampai di sebuah rumah yangh sederhana seperti rumah-rumah di sekitarnya. Rumahrumah itu tanpak tidak semewah rumah-rumah gedung yang terletak di pinggir jalan. Pintu rumah yang sederhana itu terbuka pelan. Seorang gadis berlari dan memelukku. Gadis itu tiba-tiba pingsan dan terkulai lemas dalam pelukanku. Pusat Bahasa .2003. 47 (dalam Syarif Elina, 2009: 8)
d. Argumentasi
Argumentasi merupakan corak tulisan yang bertujuan membuktikan pendapat penulis meyakinkan atau memengaruhi pembaca agar menerima pendapatnya. Argumentasi berusaha meyakinkan pembaca. Cara menyakinkan pembaca itu dapat dilakukan dengan jalan menyajikan data, bukti, atau hasil-hasil penalaran. Pusat Bahasa. 2001. 45 (dalam Syarif Elina, 2009: 8)
Contoh argumentasi
Kedisiplinan lalu lintas masayarakat di Jakarta cenderung menurun. Hal ini terbukti pada bertambahnaya jumlah pelanggarannya yang tercatat di kepolisian. Selain itu, jumlah korban yang meninggal akibat kecelakaan pun juga semakin meningkat. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat tentang kedisplinan berlalu lintas perlu ditingkatkan. Pusat Bahasa. 2003. 45 (dalam Syarif Elina, 2009: 9)
9.      KARANGAN PERSUASIF
a.      Pengertian Karangan Persuasif
Istilah persuasi merupakan alihan bentuk kata persuasion dalam bahasa inggris. Bentuk kata persuasion diturunkan dari kata to persuade yang artinya membujuk atau meyakinkan. Jadi karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbuan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis. Dengan kata lain, persuasi berusaha dengan masalah memengaruhi orang lewat bahasa, Suparno (2007 : 5.47).
Persuasi adalah suatu bentuk wacana yang merupakan penyimpangan dari argumentasi, dan khusus berusaha memengaruhi orang lain atau para pembaca, agar para pendengar atau pembaca melakukan sesuatu bagi orang yang mengadakan persuasi, walaupun yang dipersuasi sebenarnya tidak terlalu percaya akan apa yang dikatakan itu. Karena persuasi lebih condong menggunakan atau memanfaatkan aspek-aspek psikologi untuk memengaruhi orang lain, Keraf (1999: 14)
b.      Karakteristik Karangan Persuasif
Berdasarkan pengertian persuasi di atas, tentunya sudah bisa dibedakan persuasi dengan argumentasi. Logika merupakan unsur primer dalam karangan argumentasi. Sebaliknya dalam karangan persuasif, di samping logika, perasaan juga memegang peranan penting. Keterlibatan unsur logika dalam karangan persuasif itu menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip-prinsip argumentasi. Tentunya hal itu disadari. Tidak akan bisa diterima dengan perasaan longgar ide orang lain bila ide itu disampaikan dengan penalaran yang bisa diterima. Sebaliknya, tidak akan bisa menerima ide orang lain kalau ide itu tidak disertai penalaran. Oleh karena itu, struktur karangan persuasif kadang-kadang sama dengan karangan argumentasi, tetapi diksinya berbeda. Diksi karangan argumentasi mencari efek tanggapan penalaran, sedangkana diksi karanngan persuasif mencari efek tanggapan emosional. Tidak jarang pula karangan persuasif adalah suatu bentuk eksposisi yang dirangkai dengan deskripsi, tetapi mempunyai tujuan tertentu, yakni menggoda pembaca untuk melakukan sesuatu atau mengarahkan pembaca kepada suatu sikap tertentu.
Selain itu, karangan persuasif berusaha mencapai suatu persetujuan dan penyesuaian kehendak penulis dengan pembacanya; ia merupakan proses untuk meyakinkan pembaca supaya pembaca mau menerima apa yang diinginkan penulis.
Karangan persuasif harus didukung oleh beberapa unsur, di antaranya: Suparno (2007: 5.49)
1.      Judul karangan yang disusun secara provokatif dengan maksud agar pembaca tertarik membaca karangan dan lebih lanjut menyetujui, mau melakukan apa yang dipaparkan penulis,
2.      Perwujudan gaya yang baik, yaitu perwujudan dan gaya karangan yang menarik perhatian pembaca. Perwujudan dan gaya ini antara lain tampak pada kejelasan tujuan, tataan yang baik, dan diksi yang efektif, dan
3.      Terdapat pemusatan perhatian.
c.       Alat Pengembangan Karangan Persuasif
Untuk dapat menyusun karangan persuasi yang efektif diperlukan kemampuan menciptakan persuasi, yaitu kemampuan memanfaatkan alat-alat persuasi sebagai berikut: (1) bahasa, (2) nada, (3) detail, (4) pengaturan (organisasi), dan (5) kewenangan Akhmadi, 1980 (dalam Suparno, 2007:5.49). inilah alat-alat persuasif yang dapat dipakai untuk mengembangkan sebuah karangan persuasif. Berikut masing-masing pemaparan alat-alat tersebut:
a.       Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi. Sebagai alat, bahasa sangat luwes dalam menjalankan fungsinya. Artinya, bahasa dapat dipakai oleh pemakaiannya untuk kepentingan apa saja selama dalam batas-batas fungsinya sebagai alat komunikasi. Tentunya dapat dikaitkan pikiran ini dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. karena Pemakaian bahasa yang luwes ini dapat ditemukan akibatnya dalam masyarakat: terjadinya penipuan, kesuksesan, kedengkian, percekcokan, dan sejenisnya. Bisa dikaitkan masalah ini misalnya dengan kemampuan seseorang “penjual obat”. Obat atau jamu yang dibawanya biasanya disangsikan orang ketinggian mutunya, tetapi mengapa dia berhasil memperdayakan orang lain untuk membeli obat atau jamunya? Salah satu faktor yang tidak bisa diingkari adalah karena bahasa yang dipakainya. Dia bisa berhasil memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk memengaruhi orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat yang cukup primer dalam mewujudkan paparan persuasif.
b.      Nada
Nada yang dimaksud di sini adalah nada pembicaraan. Nada tersebut berkaitan dengan sikap pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Dalam kehidupan, tentunya dapat dijumpai bermacam-macam nada, antara lain: nada marah, nada senang, nada sedih, dan nada bersemangat. Masing-masing nada itu dapat dipakai sebagai alat untuk memengaruhi perilaku orang lain. Sebagai pengarang, tentunya harus menentukan nada karangan persuasi. Pengarang harus bisa membayangkan respon apa yang ada pada pembaca. Sebuah karangan akan direspon oleh pembaca dengan rasa kasihan maka persuasi pengarang bernada sedih. Bila pembaca merasa takut maka nada persuasi pengarang adalah nada marah dan menakutkan. Demikian seterusnya, setiap respon dapat dipakai sebagai alat atau pengukur untuk melihat nada persuasi.
c.       Detail
Detail cukup penting dalam kedudukannya sebagai alat persuasi. Detail adalah uraian terhadap ide pokok sampai ke bagian yang sekecil-kecilnya. Memilih detail pengembangan persuasi perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
1.         Penting-tidaknya detail itu untuk keperluan persuasi dan pemahaman pembaca;
2.         Jumlah detail yang harus dikumpulkan untuk mendukung ide pokok;
3.         Macam detail yang seharusnya diangkat untuk mendukung ide pokok;
4.         Kapan setiap detail itu dihadirkan?;dan
5.         Ada-tidaknya korelasi dan relevansi detail dengan ide pokok yang sebaiknya diangkat.
Detail yang baik adalah detail yang esensial dalam mendukung tujuan persuasi. Detail yang esensial ini adalah detail yang dapat memenuhi kriteria-kriteria di atas. Dengan kehadiran detail yang baik, usaha penalaran dan tujuan persuasi menjadi lebih jelas.


d.      Pengaturan (Organisasi)
Organisasi ini menyangkut masalah pengaturan detail menggunakan prinsip “mengubah keyakinan dan pandangan”. Artinya, detail-detail itu bagaimana pun pengaturannya harus diusahakan mampu mengarahkan keyakinan dan pandangan pembaca. Penataan detail-detail ini ada beberapa cara, antara lain: cara induktif, cara deduktif, cara kronologi, dan cara penonjolan.
e.       Kewenangan
Kewenangan (autority) dapat disebut sebagai alat persuasi. Tentunya dapat timbul pertanyaan siapa orang-orang yang berwenang ini? Apakah semua orang juga berwenang menulis paparan persuasi? Sebelum dijawab identitas orang yang mempunyai kewenangan dalam bidang persuasi ini, harus dimengerti batasan pengertian kewenangan itu. Kewenangan dalam hal tidak selalu berkaitan dengan kewenangan hukum. Kewenangan menyangkut “penerimaan dan kesadaran” pembaca terhadap pengarang. seorang pengarang diyakini pembacanya sebagai orang yang berwenang apabila dia:
a.       Mempunyai dasar hukum menduduki jabatan-jabatan tertentu,
b.      Berkecimpung dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu, dan
c.       Mampu menunjukkan pola pikir yang bermutu.
Kewenangan yang dimiliki oleh seorang pemimpin formal adalah kewenangan hukum, kewenangan yang dimiliki oleh seorang professor adalah kewenangan professional, dan orang yang tidak mempunyai dasar hukum jabatan atau profesi bisa juga mempunyai kewenangan apabila dia mampu menunjukkan pola berpikir yang bermutu dalam paparannya.
Nah, sekarang bisa dijawab apakah semua orang mempunyai kewenangan dalam membuat persuasi. Kalau seorang pejabat maka dikatakan mempunyai kewenangan hukum. Kalau seorang sarjana maka dikatakan memiliki kewenangan professional. Dan jika seorang pejabat, bukan (belum) sarjana tetapi pola seorang itu  bagus maka seorang itu mempunyai kewenangan membuat persuasi atas dasar kualitas pola pikir seorang yang bagus itu.
d.      Teknik Penyajian
Persuasi sebagai suatu tulisan yang mirip argumentasi, mengikuti jiwa sebuah karangan argumentatif, kecuali pada sasaran untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan dalam persuasi adalah kesepakatan psikologis, agar pembaca melakukan sesuatu atau menerima sesuatu seperti yang dikemukakan penulis
Keraf (1999: 15) membedakan persuasi dengan argumentasi dari segi teknik-teknik penyajiannya. Beberapa teknik penyajian yang bisa digunakan dalam persuasi adalah rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, penggantian, dan proyeksi.




e.       Langkah-Langkah Penyusunan Karangan Persuasif
Berikut adalah beberapa langkah dalam menyusun karangan persuasif: (Natia, 1994: 38-39)
a.    Menentukan topik/ tema tulisan. Tema tulisan adalah gagasan, persoalan, masalah atau ide yang akan dikemukakan dalam tulisan.
b.    Merumuskan tujuan. Tujuan menuulis karangan persuasif adalah  memengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.
c.    Mengumpulkan data dari berbagai sumber. Bahan-bahan tulisan dapat diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya dengan mengadakan pengamatan atau peninjauan langsung terhadap objek yang akan ditulis. Di samping itu, pengumpulan bahan dapat dilakukan dengan cara membaca buku, majalah, surat kabar, lukisan, atau identifikasi dan informasi mengenai objek yang sedang dijadikan bahan tulisan.
d.    Menyusun kerangka karangan. Kerangka tulisan disusun berdasarkan bahan-bahan yang telah terkumpul karena bahan tulisan masih bersifat, garis besarnya saja, rincian mengenai bahan tulisan perlu dibuat. Bahan tulisan yang telah dirinci harus ditentukan pikiran-pikiran yang telah dipilih kemudian disusun dan ditata secara kronologis dengan memerhatikan kesatuan dan kekuatan gagasan.
e.    Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan persuasi. Mengembangkan tulisan hendaknya memerhatikan penggunaan ejaan dan tanda baca. Memilih kalimat yang efektif.
f.     Editing atau penyuntingan. Pada tahap ini, semua kesalahan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca diperbaiki. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Membetulkan kesalahan bahasa tulisan sendiri.
2.      Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulisan.
3.      Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis tulisan sendiri.
f. Penilaian Karangan
Pendekatan penilaian karangan yang umumnya digunakan oleh guru bahasa dalam menilai karangan siswa ada dua macam yaitu: pendekatan penilaian holistik dan pendekatan penilaian analitik. Kedua macam penilaian ini digunakan secara bergantian sesuai dengan tujuan karangan. Jika penilaian ditujukan untuk mengetahui gambaran umum tentang kemampuan siswa menggunakan bahasa tulis maka yang digunakan adalah pendekatan penilaian holistik. Sebaliknya, jika penilaian diadakan dalam rangkaian proses belajar-mengajar dalam kebutuhan diagnostik maka digunakan pendekatan penilaian analitik.
a.       Penilaian Holistik
Holistik adalah penilaian secara menyeluruh berdasarkan pesan yang diperoleh dari hasil membaca karangan secara selintas. (Nurgiyantoro, 2010: 303). Menurut Omagio (dalam Tolla dan Marlan, 1992: 29) penilaian holistik adalah suatu penilaian yang memungkinkan pembaca menafsirkan tingkat kemampuan penulis yang disajikan dalam karangannya.
            Penggunaan dua pendekatan penilaian secara bersamaan dalam menilai suatu karangan lazim dilakukan oleh guru di sekolah. Tujuannya ialah selain untuk memeroleh informasi tentang kemampuan menggunakan bahasa tulis secara integrafik, juga untuk mengetahui di mana letak kelemahan dan kelebihan siswa dalam menggunakan komponen-komponen bahasa tulis secara diskrit atau terpilah-pilah. Cara ini konsisten dengan penegasan Macmoed (dalam Nurgiyantoro, 2010: 279) bahwa penilaian yang bersifat objektif dan dapat memeroleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik, edukatif maka penilaian analitik juga tetap relevan diperlukan oleh guru.
            Selanjutnya, Sulastriningsih (2010: 262-264) bahwa kriteria penilaian holistik terdiri atas:
1.      Isi karangan dengan penilaian: (0-30)
a.       Amat Memahami, amat luas dan lengkap, amat terjabar: (24-30)
b.      Memahami, luas dan lengkap, terjabar meskipun kurang rinci: (17-23)
c.       Memahami secara terbatas, kurang lengkap, kurang terjabar, kurang terinci: (10-16)
d.      Tidak memahami isi, tidak tepat: (0-9)


2.      Organisasi karangan dengan alternatif nilai: (0-20)
a.         Paragraf sangat teratur dan rapi, sangat jelas, kaya akan gagasan, urutan sangat logis, kohesi tinggi: (16-20)
b.        Paragraf teratur dan rapi, jelas, banyak gagasan, urutan logis, kohesi tinggi: (11-15)
c.         Paragraf kurang teratur dan rapi, kurang jelas, kurang gagasan, urutan kurang logis, kohesi kurang tinggi: (7-10)
d.        Paragraf tidak teratur, tidak jelas, miskin gagasan, urutan tidak logis, tidak ada kohesi: (0-6)
3.      Kosakata atau diksi, dengan alternatif nilai: (0-20)
a.       Kosakata wacana persuasi sangat luas, penggunaan sangat efektif, sangat menguasai pembentukan kata: (16-20)
b.      Kosakata wacana persuasi luas, penggunaan efektif, menguasai pembentukan kata, pemilihan kata yang tepat : (11-15)
c.       Kosakata wacana persuasi terbatas, kurang efektif, kurang menguasai pembentukan kata, pemilihan kata kurang tepat: (7-10)
d.      Kosakata wacana persuasi seperti terjemahan, tidak memahami pembentukan kata, tidak menguasai kata-kata: (0-6)
4.      Bahasa/tata bahasa dan struktur, dengan alternatif nilai: (0-20)
a.       Sangat menguasai tata bahasa, sangat sedikit kesalahan penggunaan dan penyusunan kalimat dan kata-kata: (16-20)
b.      Penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana, sedikit kesalahan tata bahasa tanpa mengaburkan makna: (11-15)
c.       Kesulitan dalam penggunaan dan penyusunan kalimat sederhana, kesalahan tata bahasa yang mengaburkan makna: (7-10)
d.      Tidak menguasai penggunaan dan penyusunan kalimat, tidak komunikatif: (0-6)
5.      Penulisan ejaan dan tanda baca, dengan alternatif nilai: (0-5)
a.       Sangat menguasai kaidah penulisan kata dan ejaan: (5)
b.      Menguasai kaidah penulisan kata dan ejaan dengan sedikit kesalahan: (4)
c.       Kurang menguasai kaidah penulisan kata dan ejaan dengan banyak kesalahan: (3)
d.      Tidak menguasai kaidah penulisan kata dan ejaan, tulisan sulit dibaca: (2)
6.  Kerapian, dengan alternatif nilai: (0-5)                                     
a.  Terbaca, bersih, dan rapi: (5)
b.  Terbaca, bersih tetapi tidak rapi: (4)
 c.  Terbaca, tidak bersih, dan tidak rapi: (3)
 d.  Tidak terbaca, tidak bersih, dan tidak rapi: (2)                      
b.      Penilaian Analitik
Penilaian analitik adalah penilaian yang merinci karangan ke dalam aspek-aspek kategori tertentu. Penilaian karangan ke dalam kategori-kategori tersebut berbeda satu dengan yang lain bergantung pada jenis karangan itu sendiri (Nurgiyantoro, 2010: 279). Penilaian analitik ini bersifat disktrik yaitu setiap komponen karangan dinilai dan di analisis hingga ke unsur-unsur yang lebih kecil. Hal ini disesuaikan dengan tujuan penilaian analitik yaitu mengemukakan kelebihan dan kelemahan guna kepentingan remedial atau diagnostik. Oleh karena itu, penilaian ini selalu diadakan dalam rangkaian proses belajar-mengajar.
            Uraian tentang pendekatan penilaian karangan yaitu pendekatan holistik dan pendekatan analitik yang dikemukakan di atas cukup untuk dijadikan rujukan dalam menentukan pendekatan mana yang dianggap paling dapat digunakan dalam suatu penelitian kemampuan menulis/mengarang. Dari berbagai uraian dapat dipahami bahwa walaupun kedua pendekatan itu berbeda dengan pelaksanaan dan tujuannya. Namun, keduanya dapat dibutuhkan dalam suatu kegiatan penilaian karangan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti.
10.  MEDIA PEMBELAJARAN
1.      Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medium yang berarti ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Pengertian media mengarah pada sesuatu yang mengantarkan dan meneruskan informasi dari pengiring pesan kepada penerima pesan.
Pengertian media menurut Briges (dalam Sudiman 1996:96) adalah segala sesuatu alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Contohnya buku, kaset, dan film.
Memberikan istilah media pembelajaran dengan media pendidikan. Media pendidikan merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi antar guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Hamalik (1989: 1)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari guru kepada siswa. Media tersebut dapat berupa alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik sehingga dapat merangsang pikiran perasaan dan minat siswa dalam belajar.
2.      Manfaat Media Pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar penggunaan media pelajaran merupakan salah satu upaya mempertinggi interaksi guru dan siswa dan interaksi siwa dan lingkungan  belajarnya.
Beberapa manfaat media pembelajaran menurut Nana Sudjana (Subana, 2003:291):
a.       Menarik perhatian siswa terhadap materi yang disajikan,
b.      Membantu siswa untuk memeroleh pengalaman belajar,
c.       Membatasi keterbatasan ruang, waktu, dan lingkungan,
d.      Terjadi kontak langsung antar siswa dan guru,
e.       Membantu mengatasi perbedaan pengalaman belajar berdasarkan latar belakang ekonomi siswa.
Dalam hal ini, media bermanfaat untuk hal-hal berikut:
a.       Menimbulkan kegairahan belajar,
b.      Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan,
c.       Memungkinkan anak didik belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
11.  TEKNIK SHOW NOT TELL
1.      Pengertian Show Not Tell
DePorter dan Harnacki (2011: 190) berpendapat bahwa menggambarkan bukan memberitahukan (show not tell) Didik Komaidi (2011: 25)  adalah teknik yang mengambil bentuk-bentuk kalimat memberitahu, kemudian mengubahnya menjadi paragraf-paragraf yang menunjukkan. Teknik mengubah tulisan deskripsi menjadi gambaran-gambaran yang lebih hidup bagi para pembaca. Mengubah kaimat-kalimat kering menjadi ilustrasi, sehingga orang tidak hanya membaca dan memahami, tetapi mereka akan menghubungkan dan merasakan.
Show not tell (menunjukkan bukan memberitahukan) dikembangkan oleh Rebekah Caplan, teknik ini mengambil bentuk ”kalimat-kalimat memberitahu” kemudian megubah menjadi ”paragraf-paragraf yang menunjukkan” (Komaidi, 2011: 33).
Laksana (2007: 34) dalam buku Creative Writing (dalam Sulistyo Budi) berpendapat bahwa teknik show don’t tell digambarkan ”jika anda menceritakan sesuatu kepada orang lain, orang itu mungkin percaya mungkin tidak, namun jika anda menunjukkan sesuatu kepada mereka, mereka akan percaya”. Itulah sebabnya mempertunjukkan apa yang dilakukan oleh karakter akan lebih efektif ketimbang menceritakannya kepada pembaca bahwa seseorang telah melakukan sesuatu.
Sebagai contoh kalimat ini, ”Ini adalah hari yang indah”. Tidak ada yang salah dengan kalimat itu; secara tata bahasa benar. Namun, kalimat tersebut tidak mempunyai kekhasan yang membuat deskripsinya menjadi hidup. Jika kalimat-kalimat memberitahukan ini di ubah menjadi paragraf yang menunjukkan, maka akan terjadi seperti ini. ”Saat ia membuka jendela di hari sabtu pagi yang cerah itu, ia merasakan kesegaran menebar di udara. Dedaunan disetiap pohon kemilau diterpa pantulan sinar mentari. Hamparan bunga yang beraneka warna menghiasi jalan masuk berseru ’Musim semi!’ dan di atas semua itu, gumpalan-gumpalan awan putih berarak dilangit biru yang sangat cerah”.
2.      Ciri-ciri Show Not Tell
Ciri khas teknik SNT ini adalah teknik menunjukkan bukan memberitahukan mempunyai banyak aplikasi, teknik ini digunakan untuk karakterisasi, perbuatan, dan pengaturan suasana dengan cara memainkan permainan membiarkan siswa mendeskripsikan satu objek yang menjadi tujuannya kepada siswa yang lain dan membiarkan siswa lain menebak kalimat memberitahukannya. Jika siswa dapat menebaknya dengan benar maka teknik ini berhasil. (De Porter dan Harnacki, 2011: 192)
3.      Landasan Teori
Show Not Tell ini berlandaskan pada pendekatan Quantum Learning. Arti Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Pembelajaran Quantum Learning yang bertujuan meraih sebanyak mungkin “cahaya” interaksi hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi untuk belajar (De Porter dan Hernacki, 2011). Hernowo dalam Sulastri (2010: 150), Quantum Learning merupakan interaksi dalam proses belajar yang mampu mengubah berbagai potensi yang ada dalam diri manusia menjadi pancaran untuk memeroleh hal-hal baru kemudian ditularkan kepada orang lain. Dengan kata lain, Quantum Learning dipahami sebagai pengertian pembelajaran yang di dalamnya mendapat interaksi proses belajar yang dapat menggerakkan potensi siswa agar mereka mampu belajar.
Pembelajaran seperti ini mengarah pada sugestiologi atau sugestopedia. Prinsipnya ialah sugesti dapat secara langsung memengaruhi hasil situasi belajar dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun sugesti negatif, (De Porter dan Hernacki, 2011: 14). Teknik yang dapat memberikan sugesti positif yaitu menata ruanagan kelas dengan rapi teratur, menyusun bahan yang sesuai dengan karakteristik siswa, metode, dan strategi yang beragam dan bervariasi, cara penyajian materi yang aktif dan efektif, mobilitas dan modalitas yang dinamis, diiringi instrument music yang sayup-sayup sehingga membuat siswa belajar nyaman dan menyenangkan. Suasana yang aman dan nyaman ini dapat mempercepat otak mengatur informasi. Informasi ini diolah oleh otak kanan yang membuat siswa merespon sesuatu dengan bantuan jalinan pengertian antara bahasa dan perilaku.
4.      Manfaat Show Not Tell
Manfaat Teknik Show Not Tell  menurut (De Porter dan Hernacki, 2011: 190) adalah:
a.       Mempercepat penyusunan gagasan dalam menulis karena dibantu dengan pemetaan gagasan/ide, pengelompokan kata, dan ururtan gagasan.
b.      Melatih siswa berpikir logis, sistematis, dan terstruktur.
5.      Kelebihan dan Kekurangan Show Not Tell
a.      Kelebihan
Kelebihan teknik  Show Not Tell,De Porter dan Hernacki (dalam Sulastri (2010: 150):
1.      Siswa terarah menulis gagasan sampai tuntas;
2.      Membangkitkan imajinasi daya nalar siswa.
b.      Kekurangan
Kekurangan teknik  Show Not Tell,De Porter dan Hernacki (dalam  Sulastri (2010: 150):
1.      Teknik ini memerlukan keahlian khusus dari pengajar seperti: minat, bakat, dan latihan.
2.      Teknik ini memerlukan waktu yang lama, tempat, dan kondisi yang kondusif, serta latihan yang intensif.
6.      Langkah-Langkah Show Not Tell
Tahap-tahap proses penulisan menggunakan teknik show not tell, De Porter dan Hernacki (2011: 194-198) mengemukakan ada 7 tahap dalam menggunakan teknik show not tell antara lain yaitu:
1.      persiapan
Pada tahap ini, siswa hanya membangun suatu pondasi untuk topik yang berdasarkan pada pengetahuan, gagasan, dan pengalaman siswa.
2.      Draft kasar
Disini siswa mulai menelusuri dan mengembangkan gagasan-gagasan mereka. dipusatkan pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan. Perlu diingat konsep: menunjukkan bukan memberitahukan saat siswa menulis.
3.      Berbagi
Cara mengambil jarak dengan tulisan siswa, siswa perlu meminta temannya yang lain untuk membacanya dan memberikan umpan balik. Meminta seorang teman, rekan, pasangan atau teman sekelas untuk membacanya dan mengatakan kepada penulis(siswa) bagian-bagian mana yang benar-benar kuat. Kemudian meminta agar mereka juga menunjukkan ketidakkonsistenan, kalimat yang tidak jelas atau transisi yang lemah.
4.       Perbaikan
Setelah siswa mendapatkan umpan balik tentang mana yang baik dan mana yang perlu digarap lagi, diulangi dan diperbaiki. Perlu diingat bahwa penulis adalah tuan dari tulisan sendiri, dan penulis perlu membuat keputusan terakhir untuk mengambil atau mengabaikan umpan balik tersebut.
5.       Penyuntingan
pada tahap ini penulis memperbaiki semua kesalahan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Saatnya memerhatikan semua transisi berjalan mulus, penggunaan kata kerjanya tepat, dan kalimat-kalimatnya lengkap.
6.       Penulisan kembali
Siswa kembali menulis, memasukkan isi yang baru dan perubahan-perubahan penyuntingan.
7.       Evaluasi
Siswa memeriksa tulisan mereka untuk memastikan bahwa mereka telah menyelesaikan apa yang direncanakan dan apa yang ingin disampaikan. Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung, tahap ini menandai akhir pemeriksaan.
B.     KERANGKA PIKIR
Kurikulum tingkat satuan pendidikan memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Kurikulum tidak terlepas dan saling berkaitan dengan mata pelajaran, termasuk bahasa Indonesia. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat empat keterampilan berbahasa Indonesia yang mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Fokus dalam penelitian ini adalah aspek menulis.
Menulis karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis. Pencapaian yang lebih maksimal dalam proses menulis karangan persuasif peneliti menggunakan teknik Show Not Tell (menunjukkan bukan memberitahukan). Teknik ini digunakan dalam pembelajaran menulis untuk membantu kreatifitas menulis siswa mengungkapkan gagasan dan ide secara efektif . Dalam proses menulis, siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Watang Pulu Kabupaten Sidrap. Kelas ini diberikan tindakan penerapan teknik Show Not Tell dalam pembelajaran menulis.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bentuk pembelajaran siswa dilakukan dalam bentuk siklus. Hasil dari siklus tersebut menghasilkan data baik yang berupa data proses maupun data hasil yang kemudian dianalisis sehingga menghasilkan temuan yakni meningkat dan tidak meningkat. Lebih jelasnya, peneliti menyusun kerangka pikir dalam bentuk bagan seperti yang diuraikan berikut ini.

.





BAGAN KERANGKA PIKIR
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Keterampilan berbicara
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Perencanaan
Pelaksanaan
Penilaian
Refleksi
Data
Analisis
Temuan
Siklus PTK
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Refleksi
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Refleksi
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Refleksi
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Refleksi
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca
Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Data

Refleksi
Penilaian
Pelaksanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Keterampilan berbicara
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Menulis
Keterampilan Membaca

Karangan Persuasif
Teknik Show Not Tell
Siklus PTK
Hasil
Proses
Proses
Hasil
Proses
Hasil
Proses
Hasil
Proses
Hasil
Proses